Islamic Full Day School

Kamis, 24 Februari 2022

10 Persiapan Menyambut Ramadan: Semakin Berkah di Bulan Suci


Ramadan merupakan bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriyah dan juga dipercaya oleh umat Muslim sebagai bulan di mana berkah dan pahala dilipatgandakan. Pada bulan ini juga umat Islam menunaikan ibadah puasa sepanjang selama sebulan penuh.

Untuk menyambut bulan yang suci ini dan juga menunaikan ibadah puasa secara maksimal, sudah sewajarnya Toppers memerlukan persiapan yang matang.

Yuk, cari tahu persiapan bulan Ramadhan mana saja yang kita semua baiknya kita siapkan!

1. Perkuat Iman

Persiapan Ramadan yang paling dasar adalah mempersiapkan iman. Persiapan secara keimanan bisa kita lakukan dengan mulai melatih pengendalian dari kebiasaan-kebiasaan buruk sehari-hari.

Hal ini bisa dilakukan dengan cara sesederhana memastikan Shalat Lima Waktu yang tidak pernah bolong, atau menghentikan kebiasaan merokok.

2. Persiapan Fisik dan Jasmani untuk Puasa

Bulan Ramadan adalah bulan di mana Toppers sangat dianjurkan untuk berbuat kebaikan dan mengumpulkan pahala. Ditambah dengan ibadah Puasa, sudah pasti kita memerlukan kondisi fisik dan jasmani yang prima. Jika sampai kamu jatuh sakit, tentu ibadah nggak akan jadi maksimal. Jaga kondisi fisik dan jasmani mulai dari sekarang dengan mengurangi kebiasaan tidak sehat seperti bergadang dan mengonsumsi makanan tidak sehat. Mulailah lebih rutin berolahraga dan bila perlu konsumsi vitamin atau suplemen kesehatan. Dengan mengonsumsi multivitamin, tubuh kita jadi tahan banting memasuki bulan Ramadan dan tidak gampang sakit. Sehingga tak ada halangan untuk berpuasa hingga akhir.

3. Perdalam Ilmu dan Pengetahuan Agama

Persiapan Bulan Ramadan selanjutnya adalah memperdalam ilmu dan pengetahuan kita mengenai agama. Pelajarilah mengenai hal-hal apa saja yang seharusnya dak tidak seharusnya dilakukan oleh umat Muslim di Bulan Ramadan. Pelajari juga mengenai tata cara ibadah yang baik dan benar.

Sebelum memasuki Bulan Ramadan, tidak ada salahnya kita semua memperbanyak bacaan-bacaan mengenai agama dan lebih sering mengikuti forum-forum agama untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu keagamaan agar bisa menunaikan ibadah di bulan Ramadan dengan lebih afdhal.

4. Persiapan Amal dan Materi

Memasuki bulan Ramadan, persiapan materi adalah persiapan menyambut Ramadan selanjutnya yang jangan boleh terlewatkan. Selain karena kebutuhan menjelang bulan Ramadan yang meningkat serta harga-harga barang yang melonjak, kita tentu ingin meningkatkan amal dengan berzakat dan bersedekah di bulan Ramadan. Mumpung masih memiliki waktu, mulailah kelola keuangan dengan hidup lebih hemat agar tabunganmu cukup untuk memenuhi kebutuhan dan juga amal di Bulan Ramadan.

5. Persiapan Kebutuhan Ramadan Sehari-hari

Persiapan menyambut bulan Ramadan yang terakhir adalah mempersiapkan ketersediaan kebutuhan sehari-hari. Mulai dari perlengkapan ibadah hingga keperluan dapur. Mulai dari sembako dan bumbu masak yang memadai. Agar menjalankan ibadah bisa maksimal dengan santapan sahur dan buka puasa bergizi.

6. Membersihkan Lingkungan Sekitar

Kita semua mesti tahu bahwa "kebersihan merupakan sebagian dari iman". Dengan kamu membersihkan rumah, lingkungan sekitar, sampai jika bisa ikut serta membersihkan masjid dan musholla akan lebih baik. Jika lingkungan kita bersih pastinya kita juga akan nyaman untuk beribadah.

7. Persiapan Jiwa dan Mental

Sambutlah bulan Ramadan dengan jiwa yang bersih dan rasa ketulusan hati. Alangkah lebih baik jika kita bertaubat dengan semua kesalahan yang pernah kita lakukan agar semua ibadah puasa lebih khusyuk dan fokus.

Selain itu mental kita juga harus dipersiapkan karena pada bulan ini kita akan beribadah puasa dan lainnya dengan optimal selama sebulan penuh. Jiwa dan mental kita harus dipersiapkan dengan penuh keimanan dan ketulusan hati atau ikhlas dalam beribadah.

Dengan demikian, maka kesulitan dan sikap malas dalam ibadah bisa diatasi dan dihilangkan. Ibadah pun menjadi terasa mudah dan menyenangkan.

8. Berharap Dosa Diampuni

Bersyukurlah dan memuji Allah atas kedatangan bulan yang berkah ini. Jika semua sudah dilakukan, kita tinggal pasrah berharap dan berdoa kepada Allah SWT agar dosa yang sudah dilakukan dapat dimaafkan dan kita memasuki Ramadan dengan keadaan suci.

9. Siapkan Perlengkapan Ibadah

Hal yang sangat penting untuk mendukung kita dalam mempertebal iman di bulan Ramadan adalah dengan adanya perlengkapan ibadah yang terpenuhi. Siapkan sajadah, sarung, peci hingga mukena agar aktivitas beribadah bisa dilakukan secara maksimal.

10. Banyak Berbuat Baik

Memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi di bulan yang penuh berkah ini kamu bisa memulai banyak perbuatan baik terhadap sesama dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk. Agar di bulan Ramadan kali ini dan seterusnya, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. AAMIIN



5 Keutamaan Surat Al Kahfi, Baca Surat Ini di Hari Jum'at


Membaca surat Al Kahfi di hari Jumat merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menganjurkan untuk membaca surat Al Kahfi di hari Jumat atau malam Jumat. Lantas, apa keutamaan surat Al Kahfi?

Surat Al Kahfi ni memiliki banyak keutamaan yang dapat mendatangkan pahala dan rezeki melimpah dari Allah SWT. Berikut ini adalah 5 keutamaan Surat Al Kahfi yang dikutip dari berbagai sumber.


1. Diampuni dosa di antara dua Jumat

Keutamaan surat Al Kahfi yang pertama adalah Allah SWT akan mengampuni dosa atas segala perbuatan bagi seseorang jika membaca surat Al Kahfi di hari Jumat.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar yang artinya, "Barang siapa yang membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, akan dibentangkan baginya cahaya mulai dari bawah telapak kakinya sampai ke langit. Cahaya itu akan memancarkan sinar baginya pada hari kiamat. Dan ia akan mendapatkan ampunan dari Allah di antara dua Jumat." (HR. Abu Bakr bin Mardawaih).


2. Mendapatkan ridha Allah SWT

Keutamaan surat Al Kahfi bagi umat muslim yang membacanya akan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan berkah bagi dirinya.

Sebagaimana dalam hadist riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang membaca surat Al-Kahfi, maka jadilah baginya cahaya dari kepala hingga kakinya, dan siapa yang membaca keseluruhannya maka jadilah baginya cahaya antara langit dan bumi.” (HR Ahmad).


3. Terhindar dari fitnah Dajjal

Keutamaan membaca surat Al Kahfi selanjutnya adalah dapat terhindar dari fitnah Dajjal. Dari Abu Darda, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membaca sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari fitnah Dajjal." (HR Ibnu Hibban).


4. Dijaga dari gangguan setan

Salah satu cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari gangguan setan adalah membaca Surat Al Kahfi di hari Jumat. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadist, dari Abdullah bin Mughaffal, Rasulullah SAW bersabda, "Sebuah rumah yang selalu dibacakan surat Al-Kahfi dan surat Al-Baqarah maka rumah itu tidak akan dimasuki setan sepanjang malam tersebut. Dengan demikian, bacalah surat Al-Kahfi agar terhindar dari gangguan setan yang terkutuk." (HR Ibnu Mardawaih).


5. Sebagai pengingat akan hari Kiamat

Setiap umat muslim wajib untuk senantiasa mengingat akan hari Kiamat untuk terus melakukan kebaikan kepada sesama dan menjauhkan diri dari larangan Allah SWT. Dalam Al Quran surat Al Kahfi ayat 47 berbunyi, "Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka." (QS. Al Kahfi: 47)


Itulah 5 keutamaan membaca surat Al Kahfi di hari Jumat yang wajib untuk diketahui. Semoga bermanfaat!

Sumber : Suara.com

Senin, 21 Februari 2022

Inilah Etika Islam terhadap Hewan


ISLAM mengajarkan semua mahluk adalah ciptaan Allah yang harus dihormati. Oleh karena itu, Islam mengajarkan rasa kasih sayang semua mahluk, termasuk hewan.

Allah menciptakan semua mahluknya untuk saling memberikan mafaat dan tiada yang sia-sia. Di antara mereka yang memberi manfaat dan tinggal bersama kita adalah binatang.

Allah menghadirkan hewan tidak lain sebagai keseimbangan ekologi dan ekosistem alam. Karena itu Islam memberikan rambu-rambu dan adab memperlakukan hewan:

Memberinya makan-minum, jika hewan-hewan tersebut lapar dan haus, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah ﷺ, “Terhadap yang mempunyai hati yang basah terdapat pahala.” (Diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah). Sabda Rasulullah ﷺ, “Siapa tidak menyayangi, ia tidak akan disayangi.” (Muttafaq Alaih). Sabda Rasulullah ﷺ, “Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya kalian disayangi siapa saja yang ada di langit.” (Diriwayatkan Ath Thabrani dan Al-Hakim).

Menyayanginya dan berbelas kasih kepadanya, sebagaimana dalil-dalil berikut;

Ketika Rasulullah ﷺ melihat orang-orang menjadikan burung sebagai sasaran anak panah, beliau bersabda,

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: –لَا تَتَّخِذُوا شَيْئاً فِيهِ اَلرُّوحُ غَرَضًا

“Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwasanya Nabi ﷺ bersabda, “Janganlah jadikan hewan yang bernyawa itu sebagai sasaran (tembak atau panah).” (HR. Muslim, no. 1957).

Rasulullah ﷺ melarang menahan hewan untuk dibunuh dengan sabdanya, “Barangsiapa yang menyakiti ini (burung) dengan anaknya; kembalikan anaknya padanya.” (Diriwayatkan Muslim).

Nabi ﷺ beliau berkata,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺘَﺐَ ﺍﻟْﺈِﺣْﺴَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗَﺘَﻠْﺘُﻢْ ﻓَﺄَﺣْﺴِﻨُﻮﺍ ﺍﻟْﻘِﺘْﻠَﺔَ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺫَﺑَﺤْﺘُﻢْ ﻓَﺄَﺣْﺴِﻨُﻮﺍ ﺍﻟﺬَّﺑْﺢَ ﻭَﻟْﻴُﺤِﺪَّ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺷَﻔْﺮَﺗَﻪُ ﻓَﻠْﻴُﺮِﺡْ ﺫَﺑِﻴﺤَﺖَ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (dalam qishah) maka berbuat ihsanlah dalam cara membunuh dan jika kalian menyembelih maka berbuat ihsanlah dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR: Muslim)

Jika ia ingin menyembelihnya, atau membunuhnya, Allah memerintahkan dengan cara yang baik. Rasulullah ﷺ bersabda;

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah Azza wa jalla mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu. Jika kamu hendak membunuh, maka bunuhlah sebaik-baiknya, jika hendak menyembelih maka bertindaklah yang baik dalam menyembelih, dan hendaklah seorang dari kalian mengasah mata pedangnya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.1955)

Nabi kita ﷺ juga melarang umatnya menyiksa hewan dengan cara apapun. Termasuk mengurung, melaparkannya, meletakkan padanya muatan yang tidak mampu ia angkut, atau membakarnya dengan api.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ جُوعًا فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ. قَالَ: فَقَالَ: وَاللَّهُ أَعْلَمُ لاَ أَنْتِ أَطْعَمْتِهَا، وَلاَ سَقَيْتِهَا حِينَ حَبَسْتِيهَا، وَلاَ أَنْتِ أَرْسَلْتِهَا فَأَكَلَتْ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ.

“Dari Abdullah ibn Umar radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Seorang wanita disiksa disebabkan mengurung seekor kucing hingga mati kelaparan lalu wanita itupun masuk Neraka. Dia (Ibn Umar) berkata:  Beliau bersabda:   Dan Allah Maha Mengetahui engkau tidak memberinya makan, engkau juga tidak memberinya minum ketika engkau mengurungnya, dan engkau juga tidak membiarkannya berkeliaran sehingga dia dapat memakan serangga tanah.” (HR: Bukhari)

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ، سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا، إِذْ هِيَ حَبَسَتْهَا، وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ.  رواه مسلم.

“Sungguh Rasulullah ﷺ telah bersabda, “Ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing. Ia mengurung kucingnya sampai mati, lalu ia masuk neraka karenanya. Ia tidak memberikan makan dan minum kucingnya. Bahkan ia mengurungnya. Ia tidak meninggalkan makanan untuknya, sehingga ia memakan apa yang keluar dari bumi.” (HR: Muslim).

Rasulullah ﷺ berjalan melewati rumah semut yang terbakar, kemudian beliau bersabda;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: نَزَلَ نَبِيٌّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ تَحْتَ شَجَرَةٍ فَلَدَغَتْهُ نَمْلَةٌ فَأَمَرَ بِجِهَازِهِ فَأُخْرِجَ مِنْ تَحْتِهَا، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَأُحْرِقَتْ بِالنَّارِ فَأَوْحَى اللهُ إلَيْهِ فَهَلَّا أَخَذْتَ نَمْلَةً وَاحِدَةً ؟ [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: ada seorang Nabi singgah di bawah sebuah pohon, lalu dia disengat oleh seekor semut, dia memerintah supaya barangnya diurus, lalu dikeluarkan dari bawahnya, kemudian ia memerintah (supaya dibakar) rumah semut itu, lalu dibakar dengan api, maka Allah wahyukan kepadanya: Mengapa tidak seekor saja?.” (HR:Al-Bukhari-Muslim).

…ورأَى قَرْيَةَ نَمْلٍ قَدْ حَرَّقْنَاهَا ، فَقَالَ : مَنْ حَرَّقَ هذِهِ ؟ قُلْنَا : نَحْنُ قَالَ : إنَّهُ لا يَنْبَغِي أنْ يُعَذِّبَ بالنَّارِ إِلاَّ رَبُّ النَّارِ . [رواه أَبُو داود بإسناد صحيح]

Artinya: “…ia melihat rumah semut yang kami telah membakarnya, lalu beliau bersabda:  “siapa yang membakar ini?”, kami menjawab: “kami”, beliau bersabda: “sesungguhnya tidak layak menyiksa dengan api kecuali Rabb-Nya api.” (HR: Abu Dawud).

Hewan yang boleh dibunuh

Diperbolehkan membunuh hewan-hewan yang membahayakan, seperti anjing penggigit, serigala, ular, kalajengking, tikus, dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah ﷺ

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ قَالَ خَمْسُ فَوَاسِق يُقْتَلْنَ فِي الْحِل وَالْحَرَمِ : الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الأْبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا

“Dari Aisyah radhiyallahuanha, Rasulullah ﷺ bersabda,” “Lima binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah halal atau tanah haram : ular, burung gagak, tikus, anjing hitam dan burung buas.” (HR: Muslim).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ قَالَ خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ

“Dari Aisyah radhiyallahuanha, Rasulullah ﷺ bersabda,” “Lima binatang jahat yang boleh dibunuh di tanah haram: tikus, kalajengking, burung buas, gagak, dan anjing hitam.” (HR: Bukhari Muslim)

Boleh Mencap Telinga Hewan

Diperbolehkan mencap telinga hewan untuk kemaslahatan, karena Rasulullah ﷺ mencap onta zakat dengan tangannya yang suci. Sedang pemberian cap kepada selain onta, kambing dan lembu, maka tidak diperbolehkan, karena Rasulullah ﷺ bersabda ketika melihat keledai dicap.

Mengetahui hak Allah Ta’ala dengan cara mengeluarkan zakat hewan tersebut, jika hewan tersebut hewan yang perlu dizakati.

Sibuk dengannya tidak membuatnya lupa taat kepada Allah Ta’ala dan lalai tidak dzikir kepada-Nya, karena dalil-dalil berikut:

Allah Ta’ala berfirman, Rasulullah ﷺ bersabda tentang kuda, “Kuda terbagi ke dalam tiga jenis, seseorang mendapatkan pahala (karenanya), seseorang mendapat pakaian (karenanya), dari seseorang mendapat dosa (karenanya). Adapun orang yang mendapatkan pahala karena kuda ialati orang yang mengikatnya di jalan Allah, dan memperpanjang talinya di tanah lapang, atau padang rumput. Maka apa saja yang terjadi pada kuda tersebut di tanah lapang, atau padang rumput, maka orang tersebut mendapatkan kebaikan-kebaikan, jika orang tersebut memutus talinya, kemudian kuda tersebut berjalan cepat satu langkah, atau dua langkah, maka jejak-jejaknya, da kotoran-kotoranya adalah kebaikan-kebaikan baginya, serta kuda tersebut bagi orang tersebut adalah pahala Orang satunya mengingatnya karena ingin memperkaya diri, namun ia tidak lupa hak Allah di leher, dan tulang punggung kudanya, maka kuda tersebut adalah pakaian untuknya. Sedang orang satunya mengikatnya untuk sombong riya’, dan permusuhan, maka kuda tersebut adalah dosa baginya.” (HR: Bukhari).

Demikianlah etika Islam terhadap Muslim yang diajarkan Baginda Nabi ﷺ. Menghormati hak hewan adalah bagian mengamalkan perintah Syariat Islam yang notabene ada rahmat, kebaikan universal bagi seluruh mahluk, termasuk hewan. (Sumber : Hidayatullah.com)

Salafus Shalih dan Akhlaknya yang Terpuji


SALAFUS Shalih telah berinteraksi dengan akhlak terpuji ini. Mereka manusia paling baik akhlaknya setelah para nabi, para rasul, dan para sahabat, yang menjadi pemuka generasi pertama dan generasi terakhir.

Dari Al-Hasan a, ia menuturkan, “Akhlak terpuji yaitu baik hati, memberi sccara suka rela, dan kuat menanggung beban.”

Sebagian ulama yang fasih mengemukakan, “Orang yang berakhlak terpuji membawa ketenangan bagi dirinya dan kesejahteraan bagi orang lain.

Sementara orang yang berakhlak tercela mendatangkan musibah bagi orang lain dan kesulitan bagi diri sendiri.”

Al-Mawardi menuturkan, “Apabila akhlak manusia baik maka banyak orang yang kawan denganya, sedikit orang yang memusuhinya, segala perkara yang sulit menjadi mudah, dan hati orang-orang yang murka pasti melunak.”

Diriwayatkan dari Abu Hazim Salamah bin Dinar, ia berkata, “Orang berakhlak tercela mencelakan orangorang yang berada di dekatnya. Dirinya berada dalam bencana, kemudian menular pada istrinya, baru setelah itu anaknya. Bahkan, jika ia masuk rumah, orangorang yang tadinya senang, begitu mendengar suaranya, mereka langsung lari menjauh, menghidarinya.Tidak hanya itu, hewan peliharannya pun menjauhinya seolah dilempari batu. Anjing yang melihatnya langsung meloncat ke atas pagar. Malah, bebek peliharannya pun lari menjauhinya.”

Mari kita simak beberapa ilustrasi akhlak terpuji yang dipraktikkan oleh generasi terbaik di bawah ini.

Ibrahim bin Adham menemui sebagian penduduk Sahara. Seorang tentara mendatanginya, lalu bertanya, “Engkau seorang budak?” “Ya!” jawabnya.

“Di mana pusat kota?” tanya sang tentara.

Ibrahim lalu menunjuk ke sebuah pemakaman. “Maksudku, pusat kota!” tegasnya.

“Pusat kota itu pemakaman,” jawab lbrahim.

Jawaban itu membuat sang tentara dongkol, dan langsung memukul kepala Ibrahim dengan pangkal cambuknya hingga berdarah. la membawa lbrahim ke daerahnya.

Teman-temannya menyambutnya, dan langsung bertanya, “Apa yang telah terjadi?”

Tentara ini menceritakan kepada mereka apa yang diucapan pria itu.

“Pria ini lbrahim bin Adham! jelas mereka. Sang tentara turun dari kudanya dan langsung mencium kedua tangan dan kaki lbrahim. la meminta maaf. Tidak lama setelah itu, ditanyakan kepada Ibrahim,

“Mengapa engkau menjawab, Aku seorang budak’ padanya?”

Ibrahim menjawab, “Dia ticlak bertanya kepadaku, “Budak siapa kamu?, melainkan bertanya, ‘Kamu budak? Aku tentu menjawab, “Ya!’ karena aku adalah hamba Allah.

Ketika ia memukul kepalaku, aku memohon Surga kepada Allah untuknya. “Mengapa engkau melakukan itu, padahal ia telah menhalimimu?” tanya seseorang.

lbrahim menanggapi, “Aku pasti mendapatkan pahala atas tindakannya padaku. Aku tidak ingin memperoleh bagian kehaikan darinya, sementara ia mendapat bagian keburukan dariku.”

Konon, jika dikatakan kepada Al-Fudhail bin Iyadh , “Fulan merusak kehormatanmu.”, beliau menjawab, “Demi Allah, aku sangat marah kepada orang yang menyuruhnya.” Maksudnya, Iblis.

Fudhail kemudian berkata, “Ya Allah, jika ia jujur, ampunilah aku; dan jika ia bohong, ampunilah ia.”

Abu Muawiyah Al Aswad selalu mendoakan orang yang mencacinya.

Sesorang pria mecaci-maki Bakar bin Abdullah Al Muzani. la memaki Bakar habis-habisan, namun Bakar diam. Ditanyakan padanya, “Mengapa engkau tidak balas memakinya, seperti ia mencacimakimu?!” Bakar menjawab “Sungguh, aku tidak tahu sedikit pun kesalahannya sehingga aku bisa mencacinya. Aku haram menuduhnya bohong.”

Sesorang berkata pada Tsaur bin Zaid, “Hai Qodariah, hai Rafidhi!” Tsaur menjawabnya, “Kalau aku seperti apa yang kau ucapankan padaku, aku termasuk orang jahat. Sebaliknya, jika aku tidak seperti itu, berarti kau telah membebaskanku.” (dalam Tanbih Al-Mugtarrin, Asy-Sya’rani).

Merahasiakan Amal

Diantara tanda-tanda ikhilas yang paling besar vaitu merahasakan amal. diriwayatkan Amir bin Saad bin Abu Waqgash bahwa dalam satu kesemparan ayahnya, Saad, berada di tengah domba gembalaannya.

Sontak Saad berkata. Aku berlindung kepada Allah dari keburukan penunggang kuda ini.” (maksudnya Umar yang datang menunggang kuda). Begitu telah mendekat, Umar berkata. “Ayahku, apakah engkau rela menjadi orang Badui di tengah gembala kambingmu, sementara orang-orang sedang berebut kekuasaan di Madinah?

Saad menepuk dada Umar sambil berkata, “Diam! sungguh, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hanba yang melakukan kebaikan yang tersembunyi.” (HR: Muslim, dari kitab Az-Zuhd wa A-Raqa’aiq).

Salafus Shalih Suka Menyembunyikan Ibadah

Berikut ini kisah tokoh terhormat Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz. Belia memiliki baju zirah dari bulu dan belenggu. Di dalam kamarnya terdapat ruang khusus untuk shalat, dimana tidak seorang pun boeh masuk ruang tersebut.

Ketika tiba akhir malam, Umar bin Abdul AziL membuka ruang itu mengenakan baju zirah dan meletakkan belengau itu di lehernya. la terus bernunajat kepada Allah sambil menangis sampa terbit fajar. (dalam Hilyah Al Auliya’).

Abu Tamim bin Malik menceritakan, Manshur bin Al-Mu’tamir setiap kali menunaikan shalat Subuh memperlihatkan semangatnya kepada murid muridnya. la berbincang dan banyak menyapa mereka. Padahal, pada malam harinya  beliau terus beribadah.

Demikian ini agar Manshur dapat menyembunyikan amalnya dari orang lain.

Salafus Shalih Takut Terkenal

Syeikhul Islam Abdullan bin Al-MUbarak menyatakan, Sufyan mengingatkan aku, “Jaga dirimu dari popularitas. Setiap aku menemui seorang alim, ia pasti melarangku dari popularitas.”  (Al-Hilyah).

Dari Tsabit Al-Banani, ia berkata, “Muhammad Bin Sirin berkata kepadaku, “Wahai Abu Muhammad, tiada ada yang mencegahku dari majelis-majelismu selain khawatir terkenal.” (Tahzib al-Hilyah)

Salafus Shalih Biasa Menangjs di Malam Hari

Pemuka para ahli A-Qur’an, Muhammad ibn Wasi, menuturkan, “Aku telah bertemu degan banyak orang shaleh. Ada orang salah seorang berbaring sebantal dengan istrinya. la menangis karena mengingat dosa dan azab Allah hingga air matanya membasahi pipi, namun istrinya tidak mengetahuinya.  Aku juga bertemu orang-orang shaleh. Saat seorang darinya berdiri dalam barisan shalat, air matanya membasahi pipi namun orang di samping kiri-kanannya tidak mengetahui hal itu.” (Sumber : Hidayatullah.com)

Senin, 31 Januari 2022

Pendaftan Online

 


klik dibawah ini untuk mendaftar online di SMP Integral Rahmatullah Tolitoli

Formulir Pendaftaran

Jumat, 21 Januari 2022

Kesalahan Memahami Istilah ‘Rahmatan lil alamiin’

https://smpintegralrahmatullahtolitoli.blogspot.com/

 Istilah rahmatan lil alamiin telah banyak didengung-dengungkan, sayang banyak orang salah memahami pengertiannya.

Contoh, dengan dalih rahmatan lil alamin sekelompok orang menolak penutupan prostitusi. Kata mereka, jika prostitusi ditutup langsung, banyak orang kehilangan pekerjaan.

Dengan dalih rahmatan lil alamiin pula, ada sekelompok orang Islam yang bukan merupakan petugas pemerintah dengan sukarela ikut menjaga gereja saat perayaan Natal. Padahal, diketahui aktivitas peribadatan di gereja dalam pandangan Islam termasuk perbuatan syirik (menyekutukan Allah).

Benarlah bahwa cara pemahaman rahmatan lil alamiin yang salah kaprah atau secara sengaja didistorsikan menyebabkan maknanya menjadi berbenturan dengan konsep-konsep yang lain dalam Islam misalnya seruan amar makruf nahi munkar. Upaya-upaya nahi munkar seakan-akan tidak rahmatan lil alamiin.

Karena itu, istilah rahmatan lil alamiin perlu didudukkan pemahamannya  secara tepat dengan merujuk pada cara pemahaman para mufassir yang kredibel. Rahmatan lil alamiin merupakan ungkapan yang terdapat di al-Qur’an yang diambil dari firman Allah surat al-Anbiya ayat 107.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS: al-Anbiya: 107).

Pengertian rahmatan lil alamiin berdasarkan komparasi dengan ayat yang lain dan hadits-hadits Nabi ﷺ serta melihat kesimpulan dari para mufassir, secara umum merujuk pada dua hal yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu; pertama berhubungan dengan eksistensi Nabi Muhammad ﷺ  sebagai pembawa risalah dan kedua sifat dari Islam sebagai ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Dari sisi yang pertama, eksistensi kehadiran Nabi Muhammad ﷺ  ke muka bumi ini merupakan Rahmat Allah yang dihadiahkan kepada umat manusia. Rasulullah ﷺ  bersabda:

إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ

 “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiyahkan (untuk seluruh alam).” (HR al-Darimi dalam Sunan al-Darimi Juz I/hal.166, hadits senada diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath Juz III/hal.223 hadits No. 2981).

Rahmat secara bahasa menurut kamus Lisan al-Arab bermakna al-riqqah wal al-ta’aththuf (belas kasihan dan iba). Allah menurunkan Nabi Muhammad ke tengah-tengah kehidupan umat manusia adalah wujud belas kasihan Allah kepada semuanya termasuk kepada orang-orang yang tidak beriman.

Wujud rahmat yang menyertai kehadiran Rasulullah Muhammad ﷺ  ke bumi ini disamping untuk memberikan pencerahan dan menunjukkan kepada jalan yang benar kepada umat manusia, Allah menunda pemberian adzab secara langsung kepada orang-orang yang ingkar seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu. Imam Abu Qashim al-Qusyairi dalam tafsirnya Lathaif al-Isyarah (Juz II/hal. 308) ketika menjelaskan surat al-Anbiya ayat 107 menuliskan:

اما من اسلم فبك ينجون, واما من كفر فلا نعذبهم ما دمت فيهم, فانت رحمة منا على الخلائق اخمعين

“Adapun orang Islam maka dengan mu Muhammad, mereka selamat sedangkan orang yang ingkar maka Kami tidak mengadzabnya selama kalian ada di dekatnya, dan engkau adalah rahmat dari –Ku atas seluruh makhluk.

Penjelasan al-Qusyairi ini senada dengan penjelasan yang disampaikan oleh Ibnu Abbas sebagaimana dikutip oleh al-Qurthubi:

كان محمد صلى الله عليه وسلم رحمة لجميع الناس فمن آمن به وصدق به سعد, ومن لم يؤمن به سلم مما لحق الأمم من الخسف والغرق.

Adalah Nabi Muhammad ﷺ  merupakan rahmat atas seluruh manusia. Maka barang siapa yang beriman dengan beliau dan membenarkan (risalah)nya akan memperoleh kebahagiaan, dan barang siapa yang tidak beriman dengan beliau akan selamat dari bencana yang menimpa umat terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi atau dihanyutkan ke dalam air. (dalam al-Qurthubi, 2006; Juz XIV, hal 302).

Rasulullah ﷺ  juga bersabda:

سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا فَأَعْطَانِي ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً سَأَلْتُ رَبِّي أَنْ لَا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالسَّنَةِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لَا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالْغَرَقِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لَا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا

“Aku memohon tiga hal kepada Tuhanku (Allah),, Ia mengabulkan dua hal dan menolakku satu hal. Aku meminta Tuhanku agar tidak membinasakan ummatku dengan paceklik (kekeringan), Dia mengabulkannya, aku memintaNya agar tidak membinasakan ummatku dengan ditenggelamkan, Dia mengabulkannya dan aku memintaNya agar tidak menjadikan umatku saling membinasakan sesama mereka maka Dia menolaknya.” (HR: Muslim, Shahih Muslim Jilid II/hal 1321).

Rahmatan lil alamiin juga berhubungan dengan sifat dan karakter pribadi Rasulullah ﷺ  sebagai teladan yang sempurnya. Allah memujinya dalam al-Qur’an:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al-Ahzab: 21).

Rasulullah ﷺ  merupakan teladan dalam semua aspek kehidupan. Beliau seorang pemimpin yang sangat bijaksana, lemah lembut dan peduli serta selalu memberikan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi umatnya.

Dalam beberapa hadits diceritakan, suatu ketika ada seorang badui karena ketidaktahuannya kencing di masjid. Tentulah perbuatannya ini membuat para sahabat yang menyaksikannya marah, tetapi Nabi Muhammad ﷺ  dengan bijaksana mencegah kemarahan Sahabat beliau seraya bersabda:

دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

“Biarkanlah dia, dan siramkanlah pada bekas kencingnya satu timba air atau satu ember air karena sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberikan kesulitan.” (lihat Shahih Bukhari Juz I/hal 108 hadits No. 218; Sunan al-Tirmidzi Juz I/hal 275-276 hadits No. 147; dan Musnad Imam Ahmad Juz XII/hal 197 hadits No. 7255).

Dalam riwayat lain disampaikan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ

“Janganlah kalian menghentikan kencingnya, biarkan saja dia.” (lihat Shahih Muslim Jilid I hal 144 hadits No. 28).

Lalu, dengan tanpa ada rasa marah atau jengkel Rasulullah ﷺ  memanggil si badui dan menasehatinya dengan sabdanya:

إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ

“Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak boleh untuk buang air kecil atau buang kotoran. Masjid itu tempat untuk dzikir kepada Allah, untuk shalat dan membaca Al-Qur`an.” (lihat Shahih Muslim Jilid I hal 144 hadits No. 28).

Si badui yang  kencing di masjid itu pula yang ikut shalat di belakang Nabi Muhammad ﷺ . Seraya berdoa dalam shalatnya:

اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا

“Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau memberi rahmat kepada seorangpun dari orang-orang yang ada bersama kami.”  (lihat Shahih Bukhari Juz III/hal 390 hadits No. 5794; Sunan al-Tirmidzi Juz I/hal 275-276 hadits No. 147; dan Musnad Imam Ahmad Juz XII/hal 197 hadits No. 7255).

Rasulullah ﷺ  yang mendengar do’a itu, selepas shalat dengan kelembutannya menegur kepada si badui seraya beliau bersabda:

لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعًا

“Sesungguh engkau telah mempersempit sesuatu yang luas.” (lihat Shahih Bukhari Juz III/hal 390 hadits No. 5794; Sunan al-Tirmidzi Juz I/hal 275-276 hadits No. 147; dan Musnad Imam Ahmad Juz XII/hal 197 hadits No. 7255).

Kisah di atas merupakan salah satu contoh kecil saja yang memperlihatkan bahwa Rasulullah ﷺ  adalah pribadi yang sangat bijaksana.  Contoh lain sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ  pernah dimintai sahabatnya untuk menyumpahi (mendoakan jelek) kepada orang-orang musyrikin.

Mungkin permintaan ini dilandasi oleh rasa jengkel mereka yang sudah memuncak karena sikap-sikap yang dilakukan oleh orang-orang musyrik pada mereka yang tidak mengenakkan. Mereka menyampaikan kepada Rasulullah ﷺ :

يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ

Ya Rasulullah ﷺ , sumpahilah atas orang-orang musyrik.

Namun dengan lembut dan bijak Nabi Muhammad ﷺ  menyampaikan nasihatnya kepada sahabatnya.

إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

“Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai orang yang melaknat, aku diutus hanya sebagai rahmat.” (HR: Muslim, Jilid II/hal 1204 hadits No. 2599).

Keluhuran pribadi Nabi Muhammad ﷺ  juga nampak dari sikapnya yang sangat empati dan peduli atas nasib dan penderitaan yang dihadapi umatnya. Beliau sangat berharap agar semua umatnya akan selamat.

Karakter inilah yang dilukiskan di dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 128:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS: al-Taubah: 128).

Semua karakter luhur yang melekat pada diri Nabi Muhammad ﷺ  termasuk sifat lemah lembut beliau adalah bagian dari rahmat Allah untuk manusia. Dalam hal ini Allah berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.” (QS: Ali Imran: 159).

Aspek yang ke kedua, rahmatan lil alamiin berhubungan dengan karakter ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad ﷺ . Allah berfirman dalam al-Qur’an.

“Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat.” (QS: Al-An’am: 157)

Kedatangan Islam yang ditandai dengan turunya wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ  adalah rahmat Allah untuk semua manusia. Kemudian Allah menyerukan kepada manusia agar menyambut rahmat-Nya:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS: Al-An’am: 155).

Namun tidak semua orang menyambut rahmat dengan mensyukurinya dan kemudian mengikutinya. Diantara mereka ada menerima dan beriman, ada pula orang-orang kafir yang ingkar terhadap rahmat. Allah menyatakannya dalam al-Qur’an:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ ءَايَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.” (QS: Al-An’am: 157).

Imam Ibnu Katsir (1997, Juz V/hal 385) ketika menjelaskan pengertian rahmatan lil alamiin beliau menyatakan:

يخبر تعالى أن الله جعل محمدا صلى الله عليه وسلم رحمة للعالمين أي أرسله رحمة لهم كلهم فمن قبل الرحمة وشكر هذه النعمة سعد في الدنيا والآخرة ومن ردها وجحدها خسر الدنيا والآخرة

“Allah ta’alaa menginformasikan bahwa sesungguhnya Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi semesta alam, yakni mengutusnya untuk memberikan rahmat atas  mereka semua. maka siapa saja yang menerima rahmat dan bersyukur atas nikmat itu, niscaya akan sejahtera di dunia dan di akhirat, sedangkan siapa saja yang menolak dan menentangnya akan merugi di dunia dan di akhirat.

Ibnu Katsir kemudian menyitir firman Allah dalam Surat Ibrahim ayat 28-29:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ(28)جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ (29)

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar ni`mat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?, yaitu Neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.”

Senada dengan Ibnu Katsir, Syeikh Mustafa al-Maraghi (1946, Juz XVII/hal 78) seorang mufassir mutaakhkhirin juga menjelaskan:

اي وما ارسلناك بهذا وأمثاله من الشرائع والاحكام التي بها مناط السعادة في الدارين الا لرحمة للناس وهدايتهم في شؤون معاشهم ومعادهم. …, الا ان الكفار فوَّت على نفسه الانتفاع بذالك,  وأعرض عما هنالك لفساد استعداده وقبح طويَّته, ولم يقبل هذه الرحمة, ولم يشكر هذه النعمة فلم يسعد لا في الدين ولا دنيا

“Yakni Kami (Allah) tidak mengutus engkau (Muhammad) dengan al-diin al-Islam ini dengan ajaran-ajaranya yang meliputi ketentuan-ketentuan syari’at dan hukum-hukum yang merupakan tempat bergantungnya kebahagiaan dunia akhirat kecuali untuk memberikan rahmat kepada manusia, memberikan petunjuk dalam urusan kehidupan duniawiah dan ukhrawiah mereka. ………Namun orang-orang kafir telah menyia-nyiakan atas diri mereka tidak mengambil manfaat atas rahmat itu dan malah menolak itu semua karena rusaknya kecenderungan mereka dan jeleknya niat mereka. Mereka tidak menerima rahmat itu serta tidak mensyukurinya, maka mereka tidak akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.”

Muhammad bin Ali al-Syaukani dalam tafsirnya Fath al-Qadir (tt, Juz III/hal. 587) terkait dengan surat al-Anbiya’: 107  juga menyampaikan penjelasan senada:

أي وما أرسلناك يا محمد بالشرائع والأحكام إلا رحمة لجميع الناس , والاستثناء مفرغ من أعمّ الأحوال والعلل, أي ما أرسلناك لعلة من العلل إلا لرحمتنا الواسعة, فإن ما بعثت به سبب لسعادة الدارين

“Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan membawa syariat dan hukum-hukumnya, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan yang mengecualikannya. Dengan kata lain, satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai pembawa rahmat kami yang luas. Karena kami mengutus dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat.”

Ada banyak hal selain di atas, yang menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamiin, antara lain:

Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ  diturunkan untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk sekelompok etnis tertentu saja.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS: Saba: 28)

Islam memberikan jaminan keselamatan lahir batin, dunia dan akhirat kepada siapa saja yang mengimani dan menjalankan ajarannya.

فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (Surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” (QS: al-Nisa:175).

Dalam tata kehiduan di dunia, Islam akan memberikan jaminan keselamatan dan kedamaian jika diambil sebagai kaidah penuntun dan pedoman dalam kehidupan, hal ini karena sifat-sifat keluhuran ajaran Islam diantaranya:

Islam menjunjung tinggi prinsip keadilan

Keadilan dalam pandangan Islam tidak berarti sama rata sama rasa, tetapi keadilan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya serta memperlakukan manusia sesuai dengan hak dan kewajibannya. Islam menuntut berbuat adil kepada siapapun termasuk kepada orang-orang yang dibenci atau terhadap musuh sekalipun.

Lawan dari adil adalah dzalim, yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, atau tidak memperlakukan manusia sesuai dengan hak dan kewajibannya.

Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.: Al-Ma’idah: 8).

Di dalam ayat yang lain Allah Swt juga berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS: Al-Nahl: 90).

Islam datang tidak untuk membebani tetapi justru untuk menghilangkan beban.

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS: al-Hajj: 78)

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ

“Allah tidak menghendaki membuat kesulitan bagi kalian.” (QS: Al-Ma’idah: 6).

Ajaran Islam membawa pada kebijaksanaan dan kemudahan (mendorong untuk mencarikan jalan keluar atas berbagai permasalahan). Rasulullah ﷺ  sendiri bersabda:

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

“Sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberikan kesulitan.” (HR: al-Bukhari, al-Tirmidzi dan Ahmad).

Berangkan dari prinsip ini di dalam sistem hukum Islam dikenal ada ketentuan yang termasuk azimah (ketentuan/aturan yang berlaku normal), tetapi juga ada rukhshah (keringanan). Misalnya kewajiban shalat dalam keadaan normal dilakukan dalam lima waktu, tetapi jika karena keadaan tertentu seperti dalam perjalanan, terdapat rukhshah sehingga boleh dilakukan dalam tiga waktu dengan cara melakukan shalat jama’.

Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menjelaskan larangan berbuat kerusakan.

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” (QS: al-A’raf: 56).

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?.” (QS: Muhammad: 22).

Berangkat dari ini pula salah satu prinsip dalam penetapan hukum Islam adalah sadd al-dzari’ahAl-dzari’ah secara bahasa berarti wasilah atau perantara.

Sedangkan secara terminologis para ulama membatasi yang dimaksud al-dzari’ah adalah segala yang menjadi perantara terwujudnya perbuatan terlarang / merusak.  Dengan demikian, sadd al-dzari’ah artinya menutup setiap hal yang dapat mengantarkan kepada kerusakan / sesuatu yang diharamkan.

Ajaran Islam membawa pada kemaslahatan

Maslahah dalam pandangan Islam mencakup perlindungan (al-hifdz) terhadap kebutuhan pokok manusia (al-umur al-dlaruriyat) yang meliputi al-diin (agama), al-nafs (jiwa), al-aql (akal), al-nasl (keturunan), dan al-mal (harta); memeliharan pemenuhan terhadap kebutuhan sekunder manusia (al-umur al-hajiiyat), yaitu hal-hal yang dibutuhkan manusia yang bila tidak terpenuhi akan menimbulkan kesulitas (masyaqqat); serta memeliharan pemenuhan terhadap kebutuhan tersier manusia (al-umur al-tahsiniyah) yang merupakan kebutuhan penyempurna yaitu segala sesuatu yang dengannya akan tercipta ketertiban keserasian, keindahan, dan kenyamanan.

Semua peraturan syara’ pasti merujuk pada salah satu dari hal di atas. Misalnya Allah memerintahkan shalat adalah untuk memelihara agama (hifdz al-din), Allah melarang mengambil harta yang tidak sah seperti mencuri atau merampok adalah dalam rangka memelihara harta (hifd al-mal), Allah melarang perzinaan dan memerintahkan pernikahan adalah untuk memelihara keturunan (hifdz al-nasl), Allah melarang minum-minuman keras adalah dalam rangka memelihara akal (hifdz al-aql).

Allah memberikan rukhshah (keringanan) ketika dalam perjalanan dengan dibolehkannya melakukan shalat jama’ dan qashar adalah untuk memberikan kemudahan dan menghilangkan masyaqqat (al-umur al-hajiyat). Allah memberikan tuntunan tentang akhlaq adalah untuk menciptakan keserasian, dan kenyamanan (al-amr al-tahsiniy), dan seterusnya. Dari sinilah dapat diketahui bahwa dimana ada hukum syara’ di situ terdapat maslahah (haitsuma wajada al-syar’u fa tsamma al-mashlahah).

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rahmatan lil alamin berdimensi dunia dan akhirat. Islam adalah rahmat bagi semuanya namun tidak semua manusia memperoleh berkah rahmat secara sempurna di dunia dan di akhirat karena sikapnya menolak kehadiran rahmat seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir.

Sedangkan rahmat Islam akan bisa dirasakan di dunia apabila dijadikan sebagai sumber tuntunan dalam kehidupan di dunia, sebagai kaidah penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun amat ironis banyak orang yang menyuarakan Islam rahmatan lil alamiin, tetapi secara bersamaan menolak keberadaan syari’at Islam sebagai tuntunan hidup mereka.Wallahu a’lam bi al-shawab.*